Tuesday, June 14, 2016

Sistem Reproduksi Betina



Judul Praktikum                : Sistem Reproduksi Betina
Tanggal praktikum             : 18 Februari 2016
Praktikum ini akan mempelajari anatomi sistem reproduksi balk bagian eksterna maupun interna, siklus estrus, serta indeks gonadosomatik (GSI) pada tikus betina.
 Tujuan praktikum             :


Pendahuluan
            Pada praktikum kali ini masi mengamati tentang reproduksi, tetapi kali ini kita mengamati sistem reproduksi pada betina, untuk percobaannya kita menggunakan tikus betina, mengapa kita menggunakan tikus, karena tikus adalah hewan mamalia yang cukup besar, dan tikus betina bisa mewakilkan dari hewan mamalia lainnya, dan di antaranya yang akan di amati adalah bagian eksterna dan bagian interna pada tikus betina.
            Organ reproduksi betina, organ reproduksi primer, ovaria, menghasilkan ovarium dan hormon – hormon kelamin betina. Organ – organ sekunder atau saluran reproduksi terdiri dari gonad atau ovarium, saluran – saluran reproduksi, dan alat kelamin luar (Partodiharjo, 1992).
1.      Organa kelamin primer  Ovarium
            Ovarium merupakan alat reproduksi betina yang berfungsi menghasilkan ovim (sel telur) dan menghasilkan hormon esterogen dan progesteron, perkembangan ovarium pada masa reproduksi diatur oleh hormon – hormon yang berasal dari dasar otak di dalam kepala. Bentuk ovarium berbeda menurut spesies hewan (Frandson, 1986).
2.      Organa kelamin primer Oviduct
            Oviduct (saluran telur) dan kadang – kadang di sebut tuba uterina. Saluran ini terdapat pada setiap sisi uterus dan membentang dari cornu uteri kearah dinding lateral pelvis (Farrer, 1996).
3.      Uterus
            Adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak didalam pelvis, antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan (pearce, 1995). Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang  telah berkembang menjadi embrio). Uterus mengalami serangkaian perubahan selama berahi (estrus) dan daur reproduksi.  Pada kebanyakan spesies, uterus terdiri dari kornua bilateral yang di hubungan dengan tuba uterina, corpus dan cervix yang berhubungan dengan vagina (Dellman 1992).
4.      Cervix
            Cervix atau leher atau leher uterus berdindig tebal karena berotot dan banyak mengandung serabut elastik. Mukosa – sub mukosa membentuk lipatan primer tinggi dan berlanjut dengan lipatan sekunder dan tersier. Lipatan tersebut sering memberikan kesan salah pada kelenjar uterus tidak menjulur dalam cervix pada kebanyakan spesies, dan elemen kelenjar yang terdapat pada cervix kebanyakan bersifat musigen (Dellman 1992).
5.      Vagina
            Merupakan buluh berotot yang menjulur dari cervix sampai vestibulum. Lipatan memanjang rendah dari mukosa – submukosa terenttang sepanjang vagina. Lipatan melingkar yang penting juga terdapat di bagian carnial vagina, variasi daur tampak pada tinggi serta struktur epitel. Peningkatan jumlah lendir vagina selama berahi terutama berasal dari cerfix. Epitel yang mengalami kornifikasi yang neluas erupakan gejala berahi. Proese ekstendifikasi sangat jelas pada karnivora dan rodensia, tidak terjadi secara nyata pada manusia, mungkin karena pengeluaran esteroggen yang rendah pada jenis ruminansia pada umumnya (Dellman 1992).
6.      Vulva
            Vulva merupakan bagian ekstena, yang terdiri dari vestibulum merupakan bagian saluran kelamin betina yang berfungsi sebagai saluran reproduksi dan urinaria (Widayati et, al, 2008).
7.      Clitoris
            Mengandung erectile tissue sehingga bereaksi dan banyak mengandung ujung syaraf perasa. Syaraf ini memegang peranan penting ada waktu kopulasi. Clitoris breaksi pada hewan yang sedang esturs, tetapi hal ini tidak cukup untuk dijadikan sebagai pendeteksi estrus pada spesies (Widayati et, al, 2008).
            Bertujuan untuk mengetahi organ reproduksi betina dari bentuk, ukuran dan bentuk anatomis dari bagian – bagian organ kelamin betina serta mengetahui fungsi dari masing – masing bagian tersebut.
            Kegunaannya adalah agar dapat mengenal dan mengetahui letak, fungsi dan bentuk dari masing – masing bagian organ kelamin betina serta mengetahu uukuran dari masing – masing bagian.
Metode
          Dengan menggunakan tiukus betina, pertama bius tikus nya sampai setengah sadar menggunakan eter, ktika tikus sudah setengah sadar kemudian timbang tikus di timbangan digital, catat berat tikus betinanya, lalu amati bagian sistem reproduksi bagian betina di papan bedah, ketika selesai di amati bagian eksterna nya lanjut untuk preparasi apusan vaguna, langkah yang harus dilakukan yaitu pertama ambil larutan NaCl dengan menggunakan pipet, lalu masukan larutan tersebut kedalam vagina, setelah itu semprotkan larutan NaCl tersebut lalu kocok – kocok pipet di dalam vagina hingga di peroleh cairan, dengan cara, setelah di kocok – kocok oleh pipet lalu cariran di ambil dengan menggunakan pipit yang di gunakan untuk emgnocok yang tadi, kemudian teteskan cairan yang di dapat tadi pdada kaca objek lalu keringkan di atas bunsen, setelah kering kemudian tetesi larutan metilen blue sebanayak 2 (dua) tetes, setelah di tetesi metilen blue diamkan selama 10 (sepuluh) menit, setrelah itu simpan di bawah aliran air terakhir amati di bawah mikroskop.
            Kemudian untuk menentukan penentuan GSI, langkah yang pertama lakukan pembedahan pada tikus, apabila tikus masi hidup potong jantung tikus, lanjutkan pembedahan, setelah di bedah ambil organ dalam tikus seperti usus dan lainnya, tetapi harus hati – hati agar ovarium tidak ikut terambil dan menyatu dengan organ lainnya, kemudian amati bagian ovarium, setelah di amati ambillah atau angkat kedua ovarium lalu timbang di timbangan di timbangan digital, setelah di timbang, lakukan penghitungan GSI dengan rumus:
 =....%


Hasil Pengamatan
No
Gb. Tangan
Gb. Dokumentasi
Literatur
Ket.









Proestrus










(Wiwi isnaini 2006)
Anatomi ovum
Pembawa materi genetik yang siap di buahi oleh sperma











Vulva









http://googl/vucqdz
Vulva merupakan bagian ekstena, yang terdiri dari vestibulum merupakan bagian saluran kelamin betina yang berfungsi sebagai saluran reproduksi dan urinaria














Ovarium

























(http//:goo.gl/GY6MIZ: di akses jam 23:25
Ovarium merupakan alat reproduksi betina yang berfungsi menghasilkan ovim (sel telur) dan menghasilkan hormon esterogen dan progesteron, perkembangan ovarium pada masa reproduksi diatur oleh hormon – hormon yang berasal dari dasar otak di dalam kepala.














Tuba valopi
Saluran ini terdapat pada setiap sisi uterus dan membentang dari cornu uteri kearah dinding lateral pelvis














Uterus
























(http//:goo.gl/GY6MIZ: di akses jam 23:25
organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak didalam pelvis, antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan (pearce, 1995). Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang  telah berkembang menjadi embrio).














Vagina
Merupakan buluh berotot yang menjulur dari cervix sampai vestibulum. Lipatan memanjang rendah dari mukosa – submukosa terentang sepanjang vagina.


Pembahasan
          Pada praktikum sistem reproduksi betina, dengan menggunakan seekor tikus pada setiap kelompoknya sebagai uji coba untuk melihat sistem reproduksinya, pertama kami mengamati bagian morfologi pada tikus betina, mulai dari puting tikus betina sampai vulva pada bagian eksterna, tetapi pada puting kami tidak berhasil menemukan puting pada tikus betina karena kemungkinan besar tikus betina masih kecil sehingga putingnya sangat kecil, tetapi vulva sangat jelas sekali, setelah mengamati morfologinya, kami mengambil cairan vagina untuk melihat fase – fasenya dan kami mendapatkan yaitu pada tikus betina yang kami amati adalah fase proestrus, ada pula untuk mencegah atau pencegahan terjadinya pembuahan dengan operasi kecil dengan memotong atau mengikat salah satu bagian atau saluran yang di lalui sel telur atau menghambat pertumbuhan ovum dan spermatozoa, dan saluran yang berkaitann dengan saluran dengan istilah ovariektomi, dan tubektomi, serta superovulasi yaitu saluran tuba falopi (oviduct). Pada siklus estrus di bagi menjadi 4 fase yaitu
1.      Proestrus
Proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan merosotnya progesteron dan melanjut terjadinya fase estrus selama 1 – 3 hari. Akibat kehilangan hambatan progesteron GnRH meningkatkan dan meningkatkan stimulasi LH dan FSH. FSH menyebabkan maturasi akhir folikel yang tumbuh. Folikel yang tumbuh menghasilkan estrogen oleh sel – sel granulosa dan sel intra theka interna. Fase ini dianggap fase penumpukan. Dalam fase ini folikel ovarium dengan ovumnya yang menempel membesar terutama karena meningktnya cairan folikel yang berisi cairan estregonik. Esterogen yang diserap dari folikel kedalam aliran darah merangsang peningkatan vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital dalam persiapan birahi dan kehamilan yang terjadi.
2.      Estrus
Estrus di definisikan sebagai periode waktu ketika betina resepsif jantan dan membiarakan kawin atau terjadi ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar dan turgid serta ovum yang ada di situ mengalami pemasakan. Estrus berakhir pada saat pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi.
3.      Metestrus
Yaitu diman fase pasca ovulasi dimana corpus liteum berfungsi. Panjangnya metestrus dapat terggantung panjangnya LTH (Leutropik Hormon) yang di sekresi oleh adenohipofisis. Selama ini terdapat penurunan esterogen dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovari.
4.      Diesturs
Periode terlama pada siklus berahi. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Pada penelitian yang saya baca dalam jurnal  yaitu :
hormon dan ukuran tebal endometrium uterus mencit selama satu siklus estrus disajikan pada tabel 01. Tabel 01. Hubungan antara kadar estradiol 17-β dan tebal endometrium uterus mencit
selama satu siklu sestrus Kandungan hormon Estradiol 17-β sepanjang siklus estrus menunjukkan perubahan yang berjalan seiring dengan dicapainya perubahan fase dalam siklus estrus. Fase folikular yaitu fase diestrus sampai fase proestrus ditandai dengan kenaikan hormon estradiol. Kandungan hormon saat fase diestrus mencapai 8,2 pg/mL sedangkan pada fase proestrus mencapai 38,4 pg/mL. Fase luteal, yaitu fase estrus dan metestrus ditandai dengan kandungan hormon yang menunjukkan penurunan, yaitu 26,5 pg/mL dan 8,43 pg/mL.
            Hasil penelitian ini menunjukkan pola fluktuasi yang relatif sama dengan hasil penelitian Chateu dan Boehm (1995) yang dilakukan pada tikus. Kandungan hormon estradiol pada tikus selama fase proestrus dan estrus masing-masing 45 pg/mL dan 15 pg/mL. Perbedaan angka hasil pengukuran ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan titik pengamatan. Hal tersebut dapat terjadi karena fase penyusun siklus estrus pada fase folikular berlangsung singkat (Taylor, 1994) sehingga perbedaan waktu pengamatan yang relatif kecil memungkinkan hasil pengukuran yang berbeda.
            Hasil penelitian Chateu dan Boehm (1995) pada fase metestrus dan diestrus relatif sama dengan hasil penelitian ini, yaitu berkisar 6 – 8 pg/mL. Hal ini dapat terjadi karena fase metestrus dan diestrus berlangsung relatif lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari, sehingga perbedaan titik pengamatan relatif tidak menunjukkan perbedaan hasil yang nyata (jurnal Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 – β : 41 – 42).
            Masa estrus ditandai dengan banyaknya sel superfisial pada sediaan ulas vagina yang disajikan pada Gambar 1B. Banyaknya sel superfisial merupakan respons terhadap meningkatnya kadar estrogen



 







menjelang ovulasi (Marcondes et al., 2002). Hasil pengamatan menunjukkan enam dari sepuluh ekor tikus memperlihatkan siklus estrus normal yang berlangsung selama 4-5 hari. Keempat tikus yang tidak memperlihatkan siklus normal, yaitu T7, T8, T9, dan T10 mengalami fase non-estrus yang berkepanjangan, yaitu selama 192 jam atau sekitar 8 hari berturut-turut. Dari penelitian terdahulu, disebutkan bahwa fase estrus normal terjadi selama 24-30 jam atau sekitar 1 hari dan fase non-estrus selama 90 jam atau sekitar 4 hari dalam satu siklus (Nalley et al., 2011). Terganggunya siklus estrus kemungkinan disebabkan tikus mengalami stres sehingga memengaruhi respons fisiologis.
            Hasil analisis hormon progesteron sampel darah selama tiga siklus estrus berupa spektrum inframerah terdiri atas frekuensi atau bilangan gelombang (cm-1) pada sumbu X, nilai absorbansi (%) pada sumbu Y, dan sebuah kurva yang terdapat sepanjang bilangan 400-4000 cm-1. Identifikasi progesteron ditentukan berdasarkan gugus fungsi spesifiknya melalui spektrum hasil analisis inframerah. Gugus fungsi yang menandai keberadaan progesteron yaitu gugus keton, gugus metil, dan gugus metil keton (Jurnal Kedokteran Hewan, maret 2013 : 33 – 34).
            Hasil pemeriksaan apusan vagina selama 12 hari diperoleh 20 ekor tikus betina yang memenuhi persyaratan, yaitu yang memiliki siklus estrus relatif pendek selama 4-5 hari. Dari 20 ekor tikus betina diambil 15 ekor yang kemudian dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan dengan jumlah anggota kelompok masingmasing 5 ekor. Masing-masing kelompok diberikan perlakuan yang berbeda. Kelompok I sebagai kelompok kontrol, diberi suspensi PGA 5%.Kelompok ke II diberi sediaan dosis I sebesar 1 g/kg BB. Kelompok ke III diberi sediaan dosis II sebesar 0,5 g/kg BB.
Hasil antiimplantasi
Pemberian ekstrak pada ketiga kelompok perlakuan tersebut dimulai dari fase diestrus sampai dengan hari ke-7 kehamilan. Analisis data dilakukan dengan membandingkan antara jumlah implantasi pada saat laparatomi dengan jumlah anak yang dilahirkan (Majalah Ilmu Kefarmasian, April 2010 : 5).
            Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kesehatan fisik dan fungsi seksual wanita tubektomi lebih rendah dibandingkan wanita tanpa kontrasepsi. Sedangkan kesehatan mental tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Gabungan analisis ketiga dimensi tersebut yang disebut kualitas hidup, wanita tubektomi lebih rendah kualitas hidupnya dibandingkan wanita tanpa kontrasepsi.
Hasil penelitian
            menunjukkan bahwa skor pembatasan peranan fisik pada wanita tubektomi lebih rendah dibandingkan wanita tanpa kontrasepsi. Demikian halnya skor total kesehatan fisik wanita tubektomi lebih rendah dibandingkan wanita tanpa kontrasepsi. Rendahnya skor kesehatan fisik pada wanita tubektomi disebabkan ketidakseimbangan hormon akibat tindakan bedah tubektomi. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena oklusi tuba menyebabkan suatu keadaan hipertensi lokal pada ovarium akibat adanya manifestasi tekanan akut dalam pembuluh darah arteri utero-ovarium sehingga mengganggu suplai darah dari arteria uterina ke ovarium (Lethbridge; 2001). Gangguan suplai darah arteri ke ovarium akan mengurangi produksi FSH dan LH sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan hormon. Produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium tergantung pada pasokan darah. Salah satu fungsi darah adalah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, dan dalam hal ini oksigen diperlukan untuk menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Untuk menghasilkan estrogen, diperlukan oksigen lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menghasilkan progesteron. Jadi, jika terdapat gangguan suplai darah utero-ovarium maka suplai oksigen juga terganggu sehingga mengakibatkan produksi hormon terutama estrogen terganggu (Cattanach; 2001) (GASTER, Agustus 2012: 66)



KESIMPULAN
            Dalam praktikum kali ini dapat di simpulkan bahwa kita bisa mengetahui tentang saluran reproduksi mulai dari puting, vulva pada bagian eksterna, lalu pada bagian interna yaitu ovarium, oviduct, uterus, dan Vagina. Pada tikus yang di amati bahwa tikus betina sedang dalam fase proesturs karena masih berkembang. menunjukkan bahwa skor pembatasan peranan fisik pada wanita tubektomi lebih rendah dibandingkan wanita tanpa kontrasepsi. Demikian halnya skor total kesehatan fisik wanita tubektomi lebih rendah dibandingkan wanita tanpa kontrasepsi. Rendahnya skor kesehatan fisik pada wanita tubektomi disebabkan ketidakseimbangan hormon akibat tindakan bedah tubektomi. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena oklusi tuba menyebabkan suatu keadaan hipertensi lokal pada ovarium akibat adanya manifestasi tekanan akut dalam pembuluh darah arteri utero-ovarium sehingga mengganggu suplai darah dari arteria uterina ke ovarium. Gangguan suplai darah arteri ke ovarium akan mengurangi produksi FSH dan LH sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan hormon. Produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium tergantung pada pasokan darah. Salah satu fungsi darah adalah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, dan dalam hal ini oksigen diperlukan untuk menghasilkan hormon estrogen dan progesteron.



DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment

biologi

Teori Belajar Melalui Penemuan

Kelompok 4 : NurAli Efendi               1132060055 Popi Andiani                 1132060059 Rina Maryanti               1132060063 ...